Demikianlah tubuh ini. Sekarang berkeriput, tempat berbagai rasa sakit bersemayam, rumah tua dengan plesteran dinding yang mengelupas. Ucapan Pembabar Kebenaran tidaklah salah.
Pada suatu pagi, seorang tukang kebun dari Kerajaan Licchavi di Vaseli, menemukan seorang bayi perempuan terbaring di bawah pohon mangga dan memberikannya nama Ambapali, yang berasal dari kata amba (mangga) dan pali (garis atau batang).
Kemudian Ambapali tumbuh dan berkembang menjadi seorang gadis yang cantik dan anggun.
Banyak pangeran dari Licchavi ingin menikahinya. Mereka saling bertengkar ingin menjadikan Ambapali sebagai isteri. Untuk menyelesaikan pertengkaran tersebut, mereka berdiskusi dan sepakat memutuskan,
"Biarlah Ambapali menjadi milik semua orang."
Dengan demikian, Ambapali menjadi wanita penghibur. Dengan sifatnya yang baik, dia melatih ketenangan dan kemuliaan. Ambapali sering memberikan dana dalam jumlah besar dalam setiap kegiatan amal. Walaupun Ambapali seorang wanita penghibur, namun dia terlihat seperti ratu yang tak bermahkota di Kerajaan Licchavi itu.
Ketenaran Ambapali menyebar dan terdengar oleh raja Bimbisara dari Magadha. Kemudian Raja Bimbisara menemuinya, Beliau sangat terpesona akan kecantikannya. Terjalinlah hubungan diantara Raja Bimbisara dengan Ambapali, dari hubungan tersebut lahirlah seorang anak laki-laki.
Ketika Sang Buddha sedang berdiam di Vesali dan tinggal vihara di hutan mangga. Ambapali datang untuk memberikan penghormatan kepada Sang Buddha dan Sang Buddha memberikan khotbah kepada Ambapali. Keesokan harinya Ambapali mengundang Sang Buddha dan para bhikkhu untuk datang ke rumahnya.
"Yang mulia, saya mengundang Yang Mulia bersama para bhikkhu untuk menerima dana makanan, besok pagi di rumah saya," mohon Ambapali. Sang Buddha menerima undangan itu.
Setelah itu Ambapali dengan tergesa-gesa meninggalkan Pangeran Licchavi yang saat itu berada di dalam kereta, pangeran itu berusaha menemukan alasannya dan bertanya,
"Ambapali, ada apa gerangan sehingga kau berkeliling menemaniku dengan tergesa-gesa?"
"Pangeran, saya baru saja mengundang Sang Buddha dan para bhikkhu untuk datang ke rumah besok pagi, untuk menerima dana makanan dan saya ingin meyakinkan bahwa semua telah dipersiapkan dengan baik", jawab Ambapali.
Mengetahui hal tersebut para bangsawan Licchavi memohon kepada Ambapali untuk memberikan hak istimewa tersebut kepada mereka, dengan menawarkan kepadanya seratus ribu logam emas, tapi Ambapali menolak tawaran tersebut. Kemudian para bangsawan Licchavi itu datang menemui Sang Buddha, dan berkata,
"Izinkanlah kami besok mengundang Yang Mulia dan para bhikkhu untuk menerima dana makanan besok pagi." Undangan makan dari para bangsawan Licchavi tersebut terjadi di hari yang sama dengan undangan makan Ambapali. Sang Buddha tidak menerima undangan tersebut, dan berkata, "Saya telah menerima undangan Ambapali lebih dahulu."
Keesokan paginya Sang Buddha dan para bhikkhu datang ke rumah Ambapali untuk menerima dana makanan. Setelah selesai menerima dana makanan tersebut, Ambapali mempersembahkan hutan mangga tersebut kepada Sang Buddha.
Pada suatu hari, anak Ambapali dari Raja Bimbisara, bernama Vimala-Kondañña, yang telah menjadi seorang bhikkhu dan telah mencapai Tingkat Kesucian Arahat, memberikan khotbah Dhamma. Setelah mendengar khotbah dari anaknya tersebut, Ambapali meninggalkan kehidupan duniawi, menjadi anggota Sangha Bhikkhuni. Beliau menggunakan tubuhnya sebagai obyek meditasi, merefleksikan sifat-sifat ketidakkekalan, dengan melatih meditasi dengan giat, Beliau akhirnya mencapai Tingkat Kesucian Arahat.
Dalam versi Therighata, dikatakannya pada saat Beliau tua, Beliau membandingkan kecantikannya yang ia miliki dahulu dengan keadaan sekarang :
Rambutku hitam,
bagai warna kumbang,
diujungnya berikal
Karena usia tua,
sekarang bagai serat kulit kayu rami
Ucapan Pembabar Kebenaran
tidaklah salah.
Ditutupi bunga,
rambutku wangi bagai kotak parfum
Sekarang karena usia tua,
baunya bagai bulu
Ucapan Pembabar Kebenaran
tidaklah salah.
Sebelumnya alisku nampak
demikian indah,
bagai lukisan bulan sabit
yang dilukis sangat indah,
karena usia tua,
tergantung ke bawah oleh kerutan.
Ucapan Pembabar Kebenaran
tidaklah salah.
Mataku berbinar,
sangat bercahaya bagai permata,
Berwarna biru gelap dan
berbentuk panjang,
Dipengaruhi oleh usia tua,
tidak lagi kelihatan cantik
Ucapan Pembabar Kebenaran
tidaklah salah.
Sebelumnya gigiku nampak indah,
bagai warna kuncup
tanaman yang masih muda.
Karena usia tua,
hancur dan menghitam.
Ucapan Pembabar Kebenaran
t idaklah salah.
Sebelumnya, kedua dadaku
nampak indah, menggembung
bundar, berdekatan, menjulang,
Sekarang keduanya turun
bagai kantung air kosong
Ucapan Pembabar Kebenaran
tidaklah salah.
Sebelumnya tubuhku nampak indah,
bagai lembaran emas yang digosok.
Sekarang penuh oleh
kerutan-kerutan halus
Ucapan Pembabar Kebenaran
tidaklah salah.
Sebelumnya kedua kakiku
nampak indah,
bagai (sepatu) yang penuh kapas.
Karena usia tua,
menjadi retak-retak dan berkeriput.
Ucapan Pembabar Kebenaran
tidaklah salah.
Demikianlah tubuh ini.
Sekarang berkeriput,
tempat berbagai rasa sakit
bersemayam,
rumah tua dengan plesteran dinding
yang mengelupas.
Ucapan Pembabar Kebenaran
tidaklah salah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar